Muhammad Tonis Dzikrullah -aktivis GMNI (kiri) Imam RIfai -Ketum HMI Cab. Pacitan (kanan) |
Gelombang unjuk rasa terhadap penolakan RUU-KUHP dan revisi UU KPK menyebar diseluruh Indonesia tak terkecuali di Pacitan. Beberapa hari setelah aksi, Dewan Koordinator Cabang (DKC) Gerakan Pemuda Kebangkitan Bangsa (Garda Bangsa) Pacitan pada Minggu (29/9/2019) menggelar diskusi membedah isu Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut di Cafe Abuteke.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pacitan Imam Rifai mempertanyakan substansi diskusi tersebut. Secara tegas dia bahkan menyebut diskusi tersebut sebagai pembantaian idealitas aksi.
“Apapun subtansinya ini pembantaian idealitas aksi, lantas sebelumnya kemana saja? karena para panitia dan kelompok pendukung acara ini sebelumnya tidak jelas keberadaannya ketika kami menggelar diskusi maupun aksi,”kata Rifai yang diundang dalam diskusi tersebut.
Senada dengan Rifai, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesias (GMNI) Pacitan Muhammad Tonis Dzikrullah mengatakan dalam aksi yang dilakukan beberapa waktu lalu di Pacitan, diskusi kajian dan koordinasi sudah dilakukan jauh hari.
“Diskusi publik Garda Bangsa ini dinilai sebagai bentuk penghinaan seolah-olah aksi mahasiswa di berbagai wilayah penjuru tanah air tanpa pertimbangan yang matang, aksi yang dilakukan beberapa waktu lalu dianggap nol substansi, kapasitas mahasiswa yang turun ke jalan tak mampu membedah RKUHP dan UUKPK,”kata dia.
Dua elemen gerakan mahasiswa, yakni HMI dan Gerakan Masyarakat Adil Sejahtera (GMAS) tersebut akhirnya memilih walkout dalam diskusi tersebut.
Menanggapi kritikan pedas peserta, menurut pemateri diskusi ini untuk memahami secara mendalam dan sadar terhadap tujuan aksi. Salah seorang pemateri menunjukkan eksistensinya juga sebagai aktivis, Wahyu Saputra S.H.I, S.H.LI (Dosen Politik Hukum) bahwa dia merupakan salah seorang konseptor aksi di Ponorogo dalam narasinya mengeklaim 1500 mahasiswa datang di gedung DPR Ponorogo beberapa waktu lalu, “Itu aliansi mahasiswa Ponorogo. Saya bagian dari konseptor. Jika saya tidak sepakat dengan aksi mahasiswa itu tidak benar. Agar lebih mengetahui. Posisi kita itu sama.”
Panitia menyampaikan bahwa tujuan sampai hari ini dampak dahsyatnya hoax medsos bagi sebagian masyarakat terjebak pada kondisi yang berpotensi pecah belah. Upaya untuk menjaga persatuan adalah salah satunya dengan edukasi diskusi publik.
Ketua Panitia Penyelenggara Sapto Pitoyo mengatakan dari rangkuman panitia akan disampaikan kepada DKNGarda Bangsa Pusat untuk mendorong, barangkali ada ketidak puasan masyarakat untuk Yudisial Review. “Jika Parlemen jalanan sudah kita laksanakan tidak ada salahnya kita juga berjuang lewat konstitusi.” Kata Pitoyo
Ditanya oleh media tentang sikap peserta walk out di acara tersebut, Rifai menyampaikan beberapa alasan eksistensi organisasinya yang independen. Ia merasa dihegemoni dengan dibuatkan sertifikat pada kegiatan ini seolah peserta ini kader Garda Bangsa yang sedang dibina. Sedangkan eksistensi Garda Bangsa indikasinya adalah organisasi sayap salah satu partai politik.
Secara Momentum selain mengawal sikap kawan-kawan dalam aksi kemarin, HMI memilih walk out karena lebih tertarik membahas permasalahan permasalahan lebih urgen yang nyaris mengendap misalnya, persoalan Papua dan penggalangan dana untuk saudara saudara yang ada di Maluku.
Disinggung soal sertifikat acara Rifai enggan menerimanya karena dinilai merugikan bargaining HMI sebagai organisasi besar kemahasiswaan tertua secara nasional dan independen. “Kami bukan kader sayap Parpol yang lahir kemaren sore seperti mereka, tak butuh sertifikat binaan panitia, apalagi hanya berjalan ditempat sibuk bahas permasalahan ini saja. Kami juga punya kajian sendiri dan tindak lanjut sendiri secara konstitusional organisatoris, sikap HMI Cabang Pacitan sudah sangat jelas “ tegasnya.
Peserta dari Gerakan Masyarakat Adil Sejahtera (GMAS) juga turut walkout, Mustofa Ali Fahmi menyampaikan sikap mendukung kawan-kawan aksi yang meninggalkan acara diskusi. Walaupun sebagian narasi pemateri sejalan dengan pemikirannya, ia menilai beberapa kawan-kawan koordinator aksi justru merasa idealitasnya dihakimi oleh narasi yang dibangun sebelumnya oleh pemateri. GMAS juga menyayangkan judul kegiatan. Panggilan Garda Bangsa bertagar Pacitan Memanggil tidak koordinasi terlebih dahulu dengan ragam elemen Pacitan secara representatif terutama peserta aksi, sebelum menggelar acara diskusi Publik semalam. “Ini bukan diskusi Pacitan Memanggil tapi evaluasi aksi, Panggilan Garda Bangsa bersertifikat” katanya (Rilis).