Jas
Merah! Sejarah hari lahirnya PANCASILA
Sedikit membuka halaman belakang dari
sejarah kemerdekaan Indonesia sebagai salah satu kembali mengingat spirit
perjuangan para founding father kita.
Sejak posisi jepang terdesak oleh sekutu, Untuk menarik simpati bangsa
Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang
memberikan janji kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia. Janji yang pertama
diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944 dan karena
terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji
kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa
syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan.
Dalam maklumat tersebut
sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang
untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Singkatnya, setelah keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei
1945, BPUPKI mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945.
Dalam sidang pertama tersebut, Moh. Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno
menyampaikan gagasannya terkait landasan-landasan bernegara, atau dasar-dasar
Indonesia merdeka. Dan untuk pertama kalinya yakni pada tanggal 1 Juni 1945
istilah “PANCASILA” disampaikan oleh Bung Karno yang kala itu belum manjadi
Presiden RI. Sehingga sejak saat itu, kita semua Bangsa Indonesia menjadikan
tanggal 1 juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila.
Relevansi
Pancasila di Abad 21
Pancasila adalah sebagai
Ideologi Terbuka. Pada intinya ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi
dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal. Itu artinya bahwa bagaimanapun
keadaan zaman, bagaimanapun perkembangan yang ada di dunia, Pancasila akan
selalu relevan. Demikian pula dengan adanya globalisasi, ideologi Pancasila dengan kefleksibelannya masih
dapat digunakan sebagai pedoman hidup.
Karena pada dasarnya Pancasila bersifat open minded terhadap perkembangan
zaman.
Akan tetapi ciri khas dari
ideologi terbuka adalah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan
dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral, dan budaya
masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakatnya, tidak diciptakan oleh
Negara, melainkan ditemukan dalam masyarakatnya sendiri. Inilah yang perlu
digaris bawahi dari keterbukaan
yang dimaksud dalam
Pancasila. Keterbukaan yang
dimaksud dalam Pancasila tidak berarti bahwa apapun yang terjadi dalam
perkembangan zaman akan diterima begitu saja. Melainkan harus dipilah-pilah
terlebih dahulu mana yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia mana yang
tidak.
Pancasila
vs Tantangan Jaman Abad-21
Dewasa ini, Pancasila
sebagai sebuah ideologi hanya seperti sebuah formalitas. Ia ada hanya menjadi sebuah pelengkap,
tetapi perjalanan hidup masyarakatnya
sendiri terkadang jauh dari
nilai-nilai Pancasila. Terkadang bukan hanya salah masyarakat sendiri, melainkan
juga salah pemerintah yang kurang menanamkan dan memberi teladan penerapan
nilai-nilai Pancasila pada
masyarakatnya.
Pancasila saat ini sudah
mulai dilupakan bahkan dianggap tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Elemen
masyarakat, bahkan yang sangat disayangkan para pemangku kepentingan sendiri
tidak memahami nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila itu sendiri. Lalu
adakah yang bisa menjamin tingkah laku mereka sesuai dengan kepribadian
Pancasila?
Apalagi dengan semakin berkembangnya
teknologi yang semakin memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat luar, masuknya paham,
nilai, pandangan, doktrin
yang tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia masuk tanpa adanya filter. Belum
lagi, masa lalu kelam Bangsa Indonesia, yakni rongrongan paham-paham komunis
yang juga ternyata pada saat ini masih tumbuh subur di masyarakat. Yang
dikhawatirkan paham-paham ini tidak kemudian menampakkan dirinya ke permukaan,
akan tetapi mereka melakukan operasi-operasi bawah tanah yang tertutup, masuk
dalam sistem dan suatu saat dengan kekuatan penuh mereka akan menampakkan
dirinya. Hal ini juga harus mendapatkan perhatian serius oleh semua elemen
masyarakat.
Lalu dimana posisi
pancasila menghadapi tantangan yang demikian itu?
Sebenarnya bukan Pancasila yang pelu dipertanyakan
posisinya, akan tetapi kita seluruh elemen bangsa ini yang perlu dipertanyakan
sampai sejauh mana upaya dalam rangka mengembalikan pancasila itu sendiri
sebagai falsafah ideologi dan kepribadian bangsa. Terkait hal tersebut, maka
kita semua harus berupaya membudayakan dan memasyarakatkan Pancasila. Ada
beberapa strategi yang perlu dilakukan oleh semua elemen masyarakat yaitu:
- Pemerintah melalui jalur pendidikan baik formal maupun non formal. bagaimanapun juga, sebagai sarana yang paling efektif, karena pendidikan lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku manusia. Pendidikan formal sejauh ini sebagai satu sistem organisasi yang lebih teratur dibandingkan dengan lembaga lain yang bersentuhan dengan pengubahan perilaku manusia. Pendidikan formal, entah yang dikelola oleh negara maupun oleh lembaga swasta, tentu memiliki organisasi, kurikulum, guru, tenaga administratif yang merupakan satu sistem yang bersentuhan langsung dengan anak didik. Pancasila sejauh ini sudah dibudayakan lewat pendidikan formal, yaitu melalui PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Pengaruh mata pelajaran PPKN di sekolah saja masih sangat kurang, sehingga sangat disayangkan sekali alokasi jam PPKN di sekolah dikurangi bahkan ada yang dihilangkan. Oleh karena itu, regulasi ini perlu dikaji ulang dan perlu diupayakan lagi pengembalian mata pelajaran PPKN ini di seluruh jenjang pendidikan
- Pemerintah membentuk badan khusus perumusan dan pembudayaan Pancasila. Badan atau komisi khusus itu ada hingga ke tingkat desa atau kelurahan, karena pembudayaan Pancasila memang harus sampai ke lapisan masyarakat di tingkat bawah. Kalaupun sekarang sudah ada lembaga yang ditingkat Kabupaten/Kota, maka kedepan terkait peran dan fungsi lembaga ini juga harus bisa dirasakan seperti diatas, yakni bisa menjangkau pada lapisan masyarakat di tingkat bawah.
- Keluarga sebagai wadah utama dan pertama yang dalam kesehariannya tentu mempunyai peranan yang luar biasa bagi tumbuh kembang anak, kedepan juga seharusnya dapat diproyeksikan sebagai tempat penanaman nilai-nilai pancasila bagi sang anak. Untuk mempersiapkan hal itu maka masih ada relevansinya dengan poin nomor dua yakni perlu adanya pendidikan yang diperuntukkan untuk orang tua implikasinya minimal mereka dapat menjadi figur percontohan untuk anak-anaknya.
- Masyarakat berperan aktif dalam penguatan, sinkronisasi, harmoninasi dan integrasi pelembagaan dan pembudayaan Pancasila dalam rangka memperkokoh kedaulatan bangsa, merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan, dan oleh karenanya harus diprogramkan sebagai kebijakan yang buttom up. Sehingga dalam hal ini sangat diperlukan kesadaran dari setiap individu masyarakat untuk terlibat di dalamnya.
- Jika keempat strategi di atas sifatnya adalah upaya penanaman nilai, maka pada poin kelima ini, lembaga pemerintahan harus bisa mengupayakan penindakan terhadap penyimpangan-penyimpangan nilai pancasila di masyarakat. Untuk sanksi, tentu disesuaikan dengan tingkat penyimpangan yang dilakukan, mulai tahap memberikan teguran maupun sampai tindak pidana karena mengingat negara ini adalah negara hukum. Dan perlu digaris bawahi pula tindakan disini diperuntukkan untuk semua elemen masyarakat, bukan tindakan yang selalu tajam ke bawah.
Berdasarkan
tulisan yang saya kemukakan di atas, maka kunci dari upaya pembudayaan
Pancasila dalam rangka menghadapi tantangan jaman adalah perlunya sinergi dari
semua elemen bangsa, sehingga apa yang menjadi cita-cita bersama akan dapat
terwujud. Semoga pengamalan Pancasila dalam sendi-sendi kehidupan kita, adalah
sebagai upaya kita keluar dari permasalahan bangsa ini.. Amin.
*) Penulis adalah Ketua
Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pacitan periode 2016-2017
Tags
Opini