Sindopos.com - Menguak Misteri Gunung Kelud Dengan Kisah Lembu Suro dan Mahesa Suro.
Patung Lembu Suro Dibalik Cerita Mistis Letusan Gunung Kelud |
Kawasan Gunung Kelud terletak kurang lebih 35 Km dari kota Kediri atau 120 Km dari ibukota Provinsi Jawa Timur Surabaya. Termasuk gunung api aktif dengan ketinggian 1.730 meter di atas permukaan laut (mdpl). Panorama pegunungan indah yang alami dan udara sejuk membuat wisatawan kerasan berlama-lama di
kawasan ini.
Baca Juga : Bencana Lahar Dingin Di Kaliputih Blitar Terjang Penambang Pasir.
Obyek Wisata Kelud sangat cocok bagi mereka yang berjiwa petualangan (adventure). Di antara panjat tebing, lintas alam, camping ground. Bahkan baru-baru ini dijadikan check point rally mobil nasional 2006. Jalan menuju Gunung Kelud sudah hotmix dan dapat dilalui segala jenis kendaraan. Akan tetapi sebaiknya jangan menggunakan mobil sedan, karena 3 km menjelang masuk pintu gerbang terdapat tanjakan yang cukup terjal, yakni kemiringan 40 derajat yang panjangnya sekitar 100 meter. Gunung Kelud hingga kini telah mengalami 28 kali letusan yang tercatat mulai tahun 1000 sampai 1990.
Gunung Kelud menurut legendanya bukan berasal dari gundukan tanah meninggi secara alami. Seperti Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat,Gunung Kelud terbentuk dari sebuahpengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti mahesa Suro dan Lembu Suro.
Sampai Saat ini Patung Raja Lembu Suro yang memiliki kepala lembu dan Raja Mahesa Suro yang berkepala kerbau dahulu seperti hilang ditelan semak belukar, namun kini menjadi cukup mudah untuk ditemukan di lereng Gunung Kelud. Kerumunan orang dari berbagai wilayah setiap hari seperti menjadi teman kedua patung ini.
Dalam banyak cerita disebutkan, kedua raja ini merupakan korban tipu daya dari penolakan cinta Dewi Kilisuci, putri Raja Jenggala (Kediri) nan cantik jelita. Pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti mahesa Suro dan Lembu Suro. Kala itu, Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan kecantikannya dilamar dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.Untuk menolak lamaran tersebut,Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak gunung Kelud, yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Akhirnya dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, sayembara tersebut disanggupi. Setelah berkerja semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi. Yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.
Keduanya mati didalam sumur yang mereka gali sendiri di puncak Gunung Kelud sebagai syarat agar cintanya diterima karena keburu diuruk batu oleh para prajurit dari Kerajaan Jenggala sebelum sumur cinta itu diselesaikan.
Dimana sejak kejadian itu Raja Lembu Suro kemudian dikenal sebagai penunggu Gunung Kelud dengan sumpahnya sebelum mati bahwa suatu saat nanti dia akan balas dendam atas perlakuan itu. Dia akan keluar menyebarkan air, batu dan api, sehingga Kediri akan menjadi sungai, Blitar menjadi daratan dan Tulungagung menjadi danau.
Atau dalam Bahasa Jawa sumpah itu sering diucapkan: "Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping. Yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar lan Tulungagung dadi kedung."
Di era modern ini, entah dimulai sejak kapan, sebagai upaya untuk menggagalkan sumpah Lembu Suro kemudian dilakukan berbagai upacara/ritual Larung Sesaji sebagai tolak bala/musibah di kawah Gunung Kelud.
Sampai saat ini cerita legenda ini diyakini oleh masyarakat sekitar. Hal ini diperkuat dengan banyak kejadian bencana alam yang menimpa para penambang Pasir dikaliputih. Adalah Sungai/Kali Putih, sungai purba yang terbentuk sejak jutaan tahun silam akibat aktivitas letusan dan aliran lahar Gunung Kelud itu saat ini terlihat seperti sedang mengalirkan batu material vulkanik. Dan salah satu dari sedikitnya tiga jalur aliran lahar berkapasitas besar yang ada di Kab. Blitar (selain Kali Bladak dan Kali Kuning) ini pun menjadi tempat tujuan wisata yang mengundang perhatian ribuan pengunjung.
Lahar Dingin Gunung Kelud |
Sejak sekitar sepuluh hari pasca letusan Gunung Kelud, banyak orang datang ke sungai aliran lahar yang terhubung langsung dengan kawah Gunung Kelud ini untuk menyaksikan secara langsung lahar beku yang membentuk timbunan bebatuan yang membendung Kali Putih. Dasar sungai yang dulunya berupa batu pasir berwarna hitam, kini tertutup jutaan meter kubik batu apung bercampur belerang yang sebagian masih terus mengepulkan asap dengan bau yang menyengat.
Baca Juga : Bencana Lahar Dingin Di Kaliputih Blitar Terjang Penambang Pasir.
Tumpukan material vulkanik yang menurut keterangan warga sekitar di Desa Karangrejo dan Sidodadi Kec. Garum sebagai lahar beku ini berukuran kurang lebih sama dengan biji buah kelapa. Membendung Kali Putih dan terbentang mulai dari mulut kawah, hulu sampai ke kawasan hilir yang berjarak sekitar tujuh kilometer dengan ketebalan kurang lebih satu sampai lima meter. Orang-orang terpesona dibuatnya.
Kali Putih berada di tengah jurang terjal dengan kedalaman puluhan meter hingga lebih seratus meter diapit oleh Gunung Gedang di sisi timur dan Gunung Gajah Mungkur di sisi barat. Faktanya ratusan pengunjung yang datang dan pergi setiap hari tidak cukup puas hanya dengan menyaksikannya dari tebing sungai. Ratusan wisatawan yang datang terlihat asyik berjalan diatas lahar beku tersebut dan menyusurinya hingga mendekati hulu sungai atau sekitar dua kilometer dari pusat erupsi/kawah Gunung Kelud.
Wisata Alam Lahar Beku |
Rata-rata warga yang datang ke lokasi ini karena penasaran seperti apa wujud dari material vulkanik yang keluar dari dalam perut Gunung Kelud. Pengunjung yang bukan saja warga di Blitar Raya tetapi juga berasal dari luar daerah ini penasaran ingin melihat secara langsung lahar beku yang mengisi sungai aliran lahar Gunung Kelud sehingga Blitar terhindar dari ancaman lahar dingin sejauh ini.
Baca Juga : Bencana Lahar Dingin Di Kaliputih Blitar Terjang Penambang Pasir.
Patung Lembu Suro dan Mahesa Suro tepatnya ada di lereng Gunung Gedang wilayah Kab. Blitar. Dimana menurut keterangan warga yang tinggal di lereng Gunung Gedang, patung-patung ini sudah ada sekitar Tahun 80an. Sengaja dipasang oleh pihak Perhutani sebagai batas untuk menunjukkan hutan mana yang boleh dan yang dilarang untuk ditebang.
Bukan saja tentang bentuk fisik dari patung Lembu Suro dan Mahesa Suro yang ternyata mengundang banyak perhatian pengunjung. Sebab, percaya atau tidak, patung ini seolah juga menjadi batas yang menunjukkan wilayah mana yang terkena dan terbebas dari abu panas Gunung Kelud. Bagian kanan patung tumbuhannya masih hijau segar sedangkan bagian timur patung tumbuhannya hangus terbakar.