Sindopos.com- Perhatian pemerintah terhadap petugas protokoler dirasa masih sangat minim. Selama ini, sejumlah PNS yang ditugaskan di staf keprotokoleran masih sangat sempit dari sisi hak. Terutama perlindungan mereka atas jaminan kesehatan. Selain itu tidak dimungkiri, jam tugas mereka yang hampir 24 jam non stop mendampingi agenda-agenda kegiatan kepala daerah, belum dibarengi dengan tambahan tunjangan yang memadai. Kabag Humas dan Protokol, Setkab Pacitan, Kardoyo, mengakui, beratnya beban tugas yang diemban para petugas keprotokoleran selama ini. "Mereka bertugas diluar batas jam kerja. Bahkan ada yang tidak bisa pulang, lantaran padatnya agenda tugas kepala daerah yang harus mereka siapkan dan dampingi," ujarnya, Rabu (25/2).
Sebagai aparatur negara, hal tersebut memang bagian dari kewajiban yang harus dilaksanakan tanpa alasan. Akan tetapi, tingkat kemampuan secara fisik setiap manusia juga sangat terbatas. "Mungkin selama ini, para PNS yang ditugaskan di protokol belum pernah mengalami sesuatu terkait kesehatannya. Sehingga, seberat apapun tugas yang dibebankan, selalu dilaksanakan. Namun ketika kesehatan mereka drop akibat kepayahan, mungkin kondisi tersebut yang belum pernah terpikirkan," jelas Kardoyo.
Karena itu, ia berpendapat, seiring beratnya tugas dan kewajiban keprotokoleran, pemerintah mungkin bisa membuat terobosan dengan penyediaan klinik kesehatan. Sehingga, setiap hari sebelum melaksanakan tugas, para PNS tersebut bisa melakukan medical test ringan. Misalnya pemeriksaan tensi, atau pemeriksaan-pemeriksaan ringan lainnya. "Sehingga kalau terindikasi sesuatu penyakit, akan lebih mudah terdeteksi secara dini. Kami khawatir, karena kesibukan mereka abai dengan kondisi kesehatannya. Tahu-tahu, bisa njeglek lantaran kepayahan," tuturnya, kemarin.
Soal hal lain, mantan Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) itu mengungkapkan, semua bergantung kebijakan koordinator kegiatan. Tapi yang jelas, lantaran tingginya beban kinerja para petugas keprotokoleran, wajar kalau mereka mendapat perhatian khusus. Baik dari sisi fasilitas ataupun hak-hak tambahan. "Mungkin dengan pemberian seragam khusus, serta uang saku dan fasilitas kesehatan tambahan," harapnya.Sementara itu Eko Budiono, salah seorang dokter senior di Pacitan, menyatakan kesiapannya menjadi dokter klinik dilingkup Sekretariat. Ia juga berpendapat, fasilitas tersebut memang perlu diadakan. Mengingat tingginya aktivitas dan agenda-agenda kepala daerah yang harus dilaksanakan setiap harinya. "Kalau memang diperintahkan, saya siap menjadi tim medis di klinik," ujar Eko yang juga menjabat sebagai Staff Ahli Bupati, Bidang Ekonomi dan Keuangan itu.
Lebih lanjut, mantan Kepala Dinas Kesehatan itu mengungkapkan, selain rencana pengadaan klinik kesehatan, ia juga menyarankan agar protokoler bisa menscrening semua rencana kegiatan yang akan dilaksanakan kepala daerah. Termasuk pesan singkat (SMS) get away, yang masuk ke ponsel bupati, juga harus ada screening. "Mana yang perlu disampaikan dan mana yang tidak perlu, harus ada penyaringan sebelumnya," kata Eko.
Lebih lanjut, Eko mengatakan, merunut disiplin ilmu kesehatan yang pernah ditekuninya selama ini, tingkat konsentrasi manusia sangat terbatas. Dalam sehari, maksimal hanya empat jam seseorang bisa berkonsentrasi secara full. Itupun harus dilakukan secara sift. Dua jam dan dua jam setelahnya. Namun, pada sift kedua, kualitas konsentrasi sudah tidak sebagus pada sift pertama. "Karena itulah, agar kesehatan kepala daerah bisa terus termonitor, perlu ada langkah tersebut dari pihak protokoler. Sebab kemampuan berpikir seseorang memang sangat terbatas. Sehingga perlu jeda waktu untuk merenung dan beristirahat," imbaunya. (Yun)
(Yuniardi Sutondo-Pacitan)
Kontributor Sindopos.com
Tags
berita