Sindopos.com - Profil Desa Ngile Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan.
Profil Desa & Kelurahan, Desa Ngile Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan |
Kondisi Desa Ngile Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan
Pentingnya memahami kondisi Desa untuk mengetahui keterkaitan perencanaan dengan muatan pendukung dan permasalahan yang ada, memberikan arti penting keputusan pembangunan sebagai langkah mendayagunakan dan penyelesaian masalah di masyarakat.
Desa Ngile merupakan salah satu dari 16 desa di wilayah Kecamatan Tulakan, yang terletak 5 Km ke arah utara dari kota Kecamatan, Desa Ngile mempunyai luas wilayah seluas 744,275 hektar. Adapun batas-batas wilayah desa Ngile:
BATAS DESA
Sebelah Utara : Desa Ngreco Kecamatan Tegalombo
Sebelah Selatan : Desa Gasang
Sebelah Timur : Desa Bubakan
Sebelah Barat : Desa Kalikuning
Iklim Desa Ngile, sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Ngile Kecamatan Tulakan.
Sejarah Desa Ngile Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan
BABAT DESA NGILE
( ASAL USUL DESA NGILE )
Dahulu kala Desa Ngile masih merupakan hutan belantara belum ada penghuninya sama sekali, keadaan tanahnya sangatlah subur pepohonan maupun tumbuhan lain tumbuh subur dengan sendirinya. Pada suatu hari datanglah seorang pengembara Ki Bendung namanya yang berasal dari Gunung Kendeng (daerah selatan dari kota Surabaya sekarang). Mengetahui tanahnya subur maka Ki Bendung kembali lagi ke Gunung Kendeng dengan tujuan menjemput istrinya yang masih tinggal di sana, karena di Desa Ngile belum ada penghuninya sama sekali. Ki Bendung datang untuk yang kedua kalinya ternyata sudah ada yang menghuni sebanyak 3 (tiga) keluarga yang bertempat tinggal di daerah Sile ( sekarang sebelah barat lapangan Kabul Desa Ngile ), salah satu penghuni daerah Sile bernama Mbah Kendal. Karena daerah ini belum punya nama maka Ki Bendung memberi nama Desa Ngile yang diambil dari kata ngili yang berarti mengungsi dari daerah lain yaitu dari Gunung Kulon untuk mencari keselamatan keluarganya. Dikala itu Ki Bendung dan Mbah Kendal akrap sekali diantara keduanya saling membutuhkan dan saling bertukar pikiran dan pandangan. Karena Desa Ngile belum ada yang memimpin maka Ki Bendung menunjuk Mbah Kendal sebagai Pemimpin Desa (Lurah).
Selama tinggal di Desa Ngile Ki Bendung mempunyai turunan 3 orang semuanya laki – laki.
- Anak yang pertama (mbarep) diberi nama Onggosemito.
- Anak yang kedua diberi nama Ronggo Jati.
- Anak yang ketiga ( wuragil ) diberi nama Ronggo Sekti.
Pentingnya memahami kondisi Desa untuk mengetahui keterkaitan perencanaan dengan muatan pendukung dan permasalahan yang ada, memberikan arti penting keputusan pembangunan sebagai langkah mendayagunakan dan penyelesaian masalah di masyarakat.
Desa Ngile merupakan salah satu dari 16 desa di wilayah Kecamatan Tulakan, yang terletak 5 Km ke arah utara dari kota Kecamatan, Desa Ngile mempunyai luas wilayah seluas 744,275 hektar. Adapun batas-batas wilayah desa Ngile:
BATAS DESA
Sebelah Utara : Desa Ngreco Kecamatan Tegalombo
Sebelah Selatan : Desa Gasang
Sebelah Timur : Desa Bubakan
Sebelah Barat : Desa Kalikuning
Iklim Desa Ngile, sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Ngile Kecamatan Tulakan.
Sejarah Desa Ngile Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan
BABAT DESA NGILE
( ASAL USUL DESA NGILE )
Dahulu kala Desa Ngile masih merupakan hutan belantara belum ada penghuninya sama sekali, keadaan tanahnya sangatlah subur pepohonan maupun tumbuhan lain tumbuh subur dengan sendirinya. Pada suatu hari datanglah seorang pengembara Ki Bendung namanya yang berasal dari Gunung Kendeng (daerah selatan dari kota Surabaya sekarang). Mengetahui tanahnya subur maka Ki Bendung kembali lagi ke Gunung Kendeng dengan tujuan menjemput istrinya yang masih tinggal di sana, karena di Desa Ngile belum ada penghuninya sama sekali. Ki Bendung datang untuk yang kedua kalinya ternyata sudah ada yang menghuni sebanyak 3 (tiga) keluarga yang bertempat tinggal di daerah Sile ( sekarang sebelah barat lapangan Kabul Desa Ngile ), salah satu penghuni daerah Sile bernama Mbah Kendal. Karena daerah ini belum punya nama maka Ki Bendung memberi nama Desa Ngile yang diambil dari kata ngili yang berarti mengungsi dari daerah lain yaitu dari Gunung Kulon untuk mencari keselamatan keluarganya. Dikala itu Ki Bendung dan Mbah Kendal akrap sekali diantara keduanya saling membutuhkan dan saling bertukar pikiran dan pandangan. Karena Desa Ngile belum ada yang memimpin maka Ki Bendung menunjuk Mbah Kendal sebagai Pemimpin Desa (Lurah).
Selama tinggal di Desa Ngile Ki Bendung mempunyai turunan 3 orang semuanya laki – laki.
- Anak yang pertama (mbarep) diberi nama Onggosemito.
- Anak yang kedua diberi nama Ronggo Jati.
- Anak yang ketiga ( wuragil ) diberi nama Ronggo Sekti.
Setelah dewasa ketiga anaknya diberi Ilmu Kanuragan untuk membekali dirinya karena ketiganya akan di tempatkan di daerah lain.
Anak yang pertama ( pembarep ) yaitu Onggosemito disuruh babat alas di daerah Peluk ( sekarang Desa Ngreco Kecamatan Tegalombo ) dan diberi ilmu kanuragan Angkoro Murko, barang siapa yang berani mengganggu hidupnya tidak segan - segan untuk membunuhnya. Dan Onggosemito mempunyai keturunan satu seorang perempuan yang diberi nama Rumiatun, kemudian dijadikan Pemimpin (Lurah) di daerah Peluk ini.
Anak yang kedua yaitu Ronggo Jati setelah dewasa diberi ilmu kanuragan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain. Ronggo Jati juga diberi wasiat dalam pertanian yang dinamakan “ Kendil Isi Madu “ dengan arti biar bentuk dan warnanya kurang baik tetapi isinya sangatlah berguna untuk bekal anak cucu kelak dikemudian hari dandiberi istilah Tani Utun, juga diberi Tongkat Payung yang ditanam di bumi gunanya untuk memayungi atau menyelamatkan penghuni daerah ini dan sekitarnya sampai anak cucu kelak , dan tempat itu diberi nama Gulupayung tepatnya RT 02 RW 07 Dusun Jenggring (sekarang). Maka penduduk Desa Ngile yang mau tekun atau sungguh-sungguh dalam pertanian maka hidupnya akan sejahtera dan bahagia. Ronggo jati beranak satu laki-laki bernama Bendul.
Anak ketiga dari Ki Bendung yaitu Ronggo Sekti disuruh babat alas di sebelah timur Desa Ngile yang belum dibubak ( belum dibabat ) juga belum ada penghuninya, maka tempat atau daerah tersebut dinamakan Bubakan, yang artinya babatan baru. Ronggo Sekti diberi ilmu kanuragan sama dengan saudara-saudaranya dan diberi wasiat “ Kasekten ” yang tidak ada tandingannya. Ronggo Sekti beranak satu laki-laki dinamakan Ponco Jiwo dan dijadikan lurah di Desa Bubakan.
Ketiga saudara itu saling hormat menghormati dan juga saling membantu, apabila saudara yang berada di Peluk kena halangan atau musibah maka yang berada di Ngile atau yang berada di Bubakan membantu lahir dan batin, apabila yang berada di Ngile kena halangan atau musibah maka yang berada di Bubakan dan yang di Peluk membantu lahir batin, demikian juga apabila yang berada di Bubakan kena halangan atau musibah maka yang berada di Peluk dan Ngile ikut menanggulangi. Kesimpulannya dari ketiga saudara putra Ki Bendung tidak boleh menyalahi (nyidrani) apabila ada yang menyalahi atau nyidrani “ Keno Siku Denda” atau keno wilalat ( kuwalat) dari orang tuanya dan berlaku sampai anak cucunya, ini merupakan sedo ( Sabda ) dari Ki Bendung.
RIWAYAT PERJALANAN LURAH NGILE ( MBAH KENDAL ).
Selama dipimpin oleh Mbah Kendal Desa Ngile hasil pertaniannya berlimpah ruah, keamanan terkendali tidak ada gangguan, karena Lurah banyak pekerjaan dan harus menghadap Raja setiap 40 hari dan memberi Ulu Bekti kepada Raja maka Mbah Kendal Sentono sebagai pengganti Lurah apabila ada pekerjaan ganda, yang diangkat sentono adalah suami dari istrinya Mbah Kendal (iparnya MbahKendal), karena iparnya cantik dan diinginkan oleh Mbah Kendal maka waktu sebo ke Kraton diwakilkan kepada sentononyayang bernama Citronolo. Sudah menjadi sifat manusia apabila ada wanita cantik selalu menjadi jambakan atau rebutan para lelaki, apalagi si lelaki punya kedudukan tertinggi di Desa maka dia tidak takut dosa dan ngedirne pek kuasa, maka jangan heran apabila sampai sekarang sifat seperti itu masih turun temurun di Desa Ngile. Kembali kepada Mbah Kendal, saudara iparnya itu lama kelamaan curiga bahwa dia dibohongi, maka pada waktu sebo ke Kraton Citronolo membuat ulah dan melaporkan kepada Raja bahwa tanah yang berada di sebelah selatan sungai sudah diserahkan kepadanya maka dia minta kepada Raja Surat Pikukuh ( Surat Keputusan ) yang isinya Raja menyetujui apa yang dilaporkan Sentononya ( Citronolo ).
Setelah pulang dari sebo Citronolo melaporkan hasil sebonya bahwasanya dia diberi tanah di sebelah selatan sungai. Mbah kendal tidak tinggal diam, waktu sebo bulan berikutnya Mbah Kendak sebo sendiri tidak mewakilkan sentononya dan minta penjelasan pada Raja apa betul Sang Raja memberi tanah sebelah selatan sungai kepada Cirtonolo sentononya. Maka setelah sebo Mbah Kendal tahu bahwa Sang Raja memberi surat pikukuh kepada Citronolo berdasarkan laporan yang diutarakan oleh Citronolo pepatah jawa mengatakan ` dandang diunekne kuntul ……. kuntul diunekne dandang` atau putih dikatakan hitam … hitam dikatakan putih memutar balikkan fakta. Hal seperti ini dari jaman dulu memang sudah ada, apalagi dijaman sekarang ini banyak orang yang lupa Agama, lupa tuntunan, lupa pada gurunya, lupa pada teman bahkan sekarang banyak orang dengan segala kelicikannya menikam teman dari belakang hanya untuk mencapai tujuan jahatnya. Setelah mendapat laporan dari Mbah Kendal, Sang Raja sangatlah marah maka kedua-duanya diundang untuk menghadap Sang Raja, disitulah pertengkaran di hadapan Sang Raja terjadi, Mbah Kendal melaporkan bahwa Citronolo sebagai sentononya mempunyai istri sampai 9 orang maka dibantah oleh Citronolo, menurut Citronolo yang benar dia kawin / nikah sembilan kali, apabila terbukti istrinya sampai sembilan maka Sang Raja memerintahkan pada prajuritnya untuk nyiples ( ngbiri ) Citronolo. Karena Mbah Kendal kalah pembicaraan dihadapan Sang Raja, maka Mabah Kendal pulang dengan tangan hampa dan kecewa.
Berhubung tanah atau bumi yang diminta oleh Citronolo belum diberi nama, maka diberi nama Ngrangsang ( minta dengan paksa ) dan dengan liciknya memutar balikkan faktan di hadapan Sang Raja maka berhasilah Citronolo karena Sang Raja tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kemudian tanah atau daerah tadi berobah nama menjadi Gangsang dan berobah lagi menjadi Gasang sampai sekarang. Mbah Kendal mengeluarkan Sabda Pandita Ratu, Lurah Ngrangsang tidak boleh diturunkan kepada anaknya sebelum anaknya tadi mengabdi kepada Desa atau Negara. Rumah yang menghadap ke utara kepunyaan Lurah Ngile dan rumah yang menghadap ke selatan kepunyaan Lurah Ngrangsang. Karena Lurah Ngrangsang belum punya upah ( bengkok ) maka Mbah Kendal tidak sampai hati dan dibuatkan tanah bengkok yaitu bekas sungai dengan cara Mbah Kendal pada sore hari pergi ke sungai membawa tongkat ( teken ) ujungnya diberi besi lancip yang disebut “ Cis” kemudian digoreskan ke tanah untuk memindahkan sungai, lalu dimalam harinya terjadil hujan yang sangat lebat maka terjadilah banjir bandang dan air banjir tersebut mengikuti pada bekas goresan Cis Mbah Kendal tadi.
Selanjutnya Mbah Kendal tidak menpunyai sentono lagi dan juga tidak memikirkan si cantik istri Citronolo pembawa petaka yang hampir menghancurkan harga diri dan kekuasaannya, kemudian Mbah Kendal kembali ke jalan yang benar dan memimpin rakyat Ngile dengan adil dan bijaksana. Mbah Kendal menurunkan Demang atau Lurah di Desa Ngile dengan Sabdo -- -Lurah Ngile ra kenek ngalih ko kulon kali yen durung turun pitu – --( Lurah Ngile tidak boleh pindah dari sebelah barat sungai kalau belum sampai tujuh turunan ).
Karana banyaknya aturan yang dibuat oleh mbak Kendal dan keadan di Desa Ngile semrawut kemudian diketahui oleh Raja, maka Sang Raja mengirimkan salah seorang prajuritnya ke Desa Ngile untuk mengamankan dan membenahi keadaan yang semakin hari semakin parah, banyak pencurian, musibah, pembunuhan, asusila, hasil pertanian menurun dan sebagainya. Prajurit yang diutus oleh Raja ke Desa Ngile adalah Bambang Sumantri, setelah dibenahi oleh Bambang Sumantri Desa Ngile kembali menjadi Desa yang aman, tenteram dan sejahtera. Dengan jasa Bambang Sumantri maka penduduk Desa Ngile sangat berterima kasi kepadanya, setelah beliau wafat rakyat Ngile sangatlah kehilangan seorang pemimpinnya, dan Bambang Sumantri dimakamkan di pemakaman Sugih Manik dan anehnya makam Bambang Sumantri mundung ( ada gundukan tanah besar yang dibuat rayap ), maka sejak itu penduduk Desa Ngile berbondong–bondong ke makamnya dengan membawa hasil bumi dan menyiram bunga yang dipimpin oleh seorang Juru Kunci untuk mengingat keberhasilannya memimpin rakyat Ngile. Disini Pemimpin Desa (Lurah) diikuti para penderek dengan berpakaian adat Jawa dan diiringi dengan musik gending-gending Jawa. Setelah datang di makam Pemimpin Desa ( Lurah ) serta Bu Lurah menaburkan bunga di Pepunden ( yang dipundi ) dan berdo`a yang dipimpin oleh juru kunci meminta pada Yang Kuasa agar hasil panen yang akan datang lebih berhasil dan keselamatan senantiasa terjaga dan kalis ing sambikolo. Setelah kembali dari makam Pemimpin Desa (Lurah beserta istri) menuju kelapangan yang disitu sudah banyak petani yang menantinya untuk minta sisa bunga dan air yang dibawa oleh Ki Lurah untuk diminum dengan harapan agar keselamatan dan keberhasilan selalu langgeng yang diridhoi oleh Yang Maha Kuasa cocok dengan wasiat Ki Bendung tani utun yang diberian pada putranya Ronggo Jati.
Adat atau tata cara seperti ini selalu diingat oleh Pemimpin Desa sesudah panen padi, maka nyekar seperti ini dimulai sejak Lurah yang pertama meninggal maupun eyang Bambang Sumantria anehnya lagi Pundung atau gundukan tanah diatas pusara ini apabila ada keturunannya yang naik pangat/jabatan selalu bertambah tanahnya yang baru, tetapi sampai sekarang juga tidak menggunung yang berlebihan.
Dalam riwayat pergantian Lurah Desa Ngile adalah :
Lurah pertama Mbah Kendal dimakamkan di Jaten, Lurah kedua Mbah Karso Atmojo sampai wafat, kemudian diturunkan kepada Lurah ketiga yaitu mbah Karso Sudiro sampai wafat diturunkan juga pada Lurah keempat mbah Parto Wiyono juga sampai wafat dan diturunkan kepada Lurah kelima mbah Kasan Direjo sampai wafat pula dan juga diturunan kepada mbah Kasan Raji sebagai Lurah keenam sampai wafat diturunkan pula kepada mbah Sumowiyono atau Lurah ketujuh sampai wafat dan turunlah peraturan Pemerintah bahwa Kepala Desa harus diangkat melalui Pemilihan Kepala Desa dan bapak Adi Sasmito terpilih sebagai Lurah kedelapan kemudian digantikan oleh Ibu Kusmiati sebagai Lurah (Kepala Desa) yang kesembilan juga melalui pemilihan dan digantikan oleh bapak SUBROTO juga dengan cara Pemilihan Kepala Desa dan Bapak Subroto telah menjabat selama 2 periode sebagai Lurah yang kesepuluh.
Demikian sekilas perjalanan atau asal-usul Desa Ngile, dan kami sebagai Punyusun buku ini tidak lupa minta kritik, saran dan wawasan yang membangun demi perbaikan-perbaikan yang dipandang perlu karena kami yakin buku ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan disana sini, dan kepada yang memberi masukan atau bahan dimi tersusunnya buku ini kami tidak lupa mengucapkan beribu-ribu terima kasih.
Demografi Desa Ngile Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan
Desa Ngile terdiri dari 5 dusun dengan jumlah penduduk 3.831 Jiwa atau 1.038 KK, dengan perincian sebagaimana tabel berikut :
Desa Ngile terdiri dari 5 dusun dengan jumlah penduduk 3.831 Jiwa atau 1.038 KK, dengan perincian sebagaimana tabel berikut :
Jumlah Penduduk
No.
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
1.
|
Laki – Laki
|
1.948 Orang
|
2.
|
Perempuan
|
1.883 Orang
|
3.
|
Kepala Keluarga
|
1.038 KK
|
Jumlah Penduduk Menurut Umur
No.
|
Umur
(Tahun)
|
Jumlah
(Jiwa)
|
1.
|
> 64
|
439
|
2.
|
60 - 64
|
148
|
3.
|
55 – 59
|
199
|
4.
|
50 – 54
|
230
|
5.
|
45 – 49
|
221
|
6.
|
40 – 44
|
216
|
7.
|
35 – 39
|
236
|
8.
|
30 – 34
|
264
|
9.
|
25 - 29
|
313
|
10.
|
20 – 24
|
318
|
11.
|
15 – 19
|
321
|
12.
|
10 – 14
|
299
|
13.
|
5 - 9
|
317
|
14.
|
< 5
|
309
|
Jumlah
|
3.831
|
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Ngile adalah sebagai berikut :
Tingkat Pendidikan Masyarakat
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah ( orang )
|
1.
|
Tidak
Sekolah / Buta Huruf
|
|
3.
|
Tidak
Tamat SD/Sederajat
|
18
|
4.
|
Tamat
SD
/ sederajat
|
1.892
|
5.
|
Tamat
SLTP / sederajat
|
356
|
6.
|
Tamat
SLTA / sederajat
|
82
|
7.
|
Tamat
D1, D2, D3
|
16
|
8.
|
Sarjana
/ S-1
|
3
|
Kesenian yang masih ada di masyarakat Desa Ngile adalah sebagai berikut :
Kesenian Masyarakat
No.
|
Jenis Kesenian
|
Jumlah Kelompok
|
Status
|
1.
|
Shalawatan
|
1
|
Aktif
|
2.
|
Musik
Dangdut
|
1
|
Aktif
|
3.
|
Karawitan
|
4
|
Tidak
aktif
|
4.
|
Rebana
|
3
|
Tidak
aktif
|
Karena Desa Ngile merupakan desa pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selengkapnya sebagai berikut :
9
Mata Pencaharian Penduduk
Petani
|
Pedagang
|
PNS
|
Tukang /Jasa
|
Lain- Lain
|
2.856
|
78
|
12
|
46
|
-
|
Jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk Desa Ngile adalah sebagai berikut :
Kepemilikan Ternak
Ayam/itik
|
Kambing
|
Sapi
|
Kerbau
|
Lain-lain
|
12.045
|
1.014
|
803
|
0
|
0
|
Tags
Profil Desa